Perjalanan Timnas Indonesia Dari Era Penjajahan Sampai Saat Ini
Setelah kemerdekaan, Indonesia kembali berjuang dalam berbagai ajang internasional, termasuk Olimpiade pada tahun 1956, menambah daftar kebanggaan negara. Partisipasi Indonesia dalam Piala Asia AFC telah berlangsung lima kali, dengan pencapaian terbaik terjadi pada edisi 2023 saat berhasil melaju ke babak gugur untuk pertama kalinya. Ini merupakan tanda dari perkembangan sepak bola nasional yang semakin solid dan kompetitif. Pada Asian Games 1958 di Tokyo, Indonesia meraih medali perunggu, pencapaian yang patut dibanggakan dan menjadi inspirasi bagi generasi pemain selanjutnya.
Tim nasional Indonesia juga telah mencapai enam kali final dalam Kejuaraan AFF, menunjukkan konsistensi sebagai salah satu tim kuat di Asia Tenggara. Meskipun belum pernah meraih gelar juara, perjuangan ini menunjukkan betapa tim terus berusaha untuk memberikan yang terbaik. Persaingan sengit dengan negara-negara ASEAN, terutama dengan Malaysia, menambah warna dalam perjalanan sepak bola Indonesia, membangkitkan semangat nasionalisme dan persaudaraan, serta memperkuat tekad untuk terus maju dan berprestasi di pentas sepak bola internasional.
Tim Asia Pertama di Piala Dunia FIFA (1934–1950-an)
Sejarah sepak bola di Indonesia tak lepas dari peran Hindia Belanda, yang kala itu memiliki federasi sepak bola bernama Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) dan kemudian digantikan oleh Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU). Federasi inilah yang menyelenggarakan pertandingan-pertandingan sepak bola di masa penjajahan. Meskipun pertandingan yang digelar sebelum kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 tidak diakui sebagai bagian dari catatan resmi tim nasional oleh PSSI, sejarah tersebut tetap menjadi bagian penting dari perjalanan sepak bola Indonesia yang tak terlupakan.
Pertandingan pertama yang tercatat melibatkan tim dari Hindia Belanda adalah saat menghadapi tim nasional Singapura pada 28 Maret 1921 di Batavia. Kemenangan 1-0 dalam pertandingan tersebut menjadi awal dari sejarah panjang sepak bola Indonesia. Setelah itu, Hindia Belanda melanjutkan dengan kemenangan 2-1 atas Australia XI pada Agustus 1928 dan hasil imbang 4-4 melawan tim dari Shanghai dua tahun kemudian. Pertandingan-pertandingan ini menunjukkan bahwa sejak awal, sepak bola Indonesia sudah memiliki potensi yang menjanjikan di kancah internasional.
Pada tahun 1934, tim dari Jawa mewakili Hindia Belanda dalam Kejuaraan Timur Jauh yang diselenggarakan di Manila, Filipina. Meskipun menghadapi tim-tim kuat, seperti Jepang yang dikalahkan dengan skor telak 7-1 di pertandingan pertama, dan meskipun harus menerima kekalahan dari Tiongkok dan Filipina, tim ini berhasil menempati posisi kedua di turnamen tersebut. Meskipun belum diakui secara resmi oleh PSSI, pertandingan-pertandingan ini tetap diakui oleh Elo Sepak Bola Dunia sebagai bagian dari sejarah penting perjalanan tim nasional Indonesia.
Puncak dari pencapaian Hindia Belanda adalah ketika menjadi tim Asia pertama yang lolos ke Piala Dunia FIFA 1938 di Prancis. Berkat pengunduran diri Jepang dari babak kualifikasi, Hindia Belanda berhasil mengamankan tiket ke turnamen bergengsi ini. Meskipun harus menghadapi kekalahan dari Hongaria dengan skor 6-0 di babak penyisihan, partisipasi ini tetap menjadi momen bersejarah. Hindia Belanda telah menorehkan sejarah sebagai pionir dari Asia di Piala Dunia, yang menjadi inspirasi bagi generasi-generasi sepak bola Indonesia selanjutnya untuk terus bermimpi dan berjuang di panggung internasional.
Kemerdekaan (1950-an–1984)
Setelah melewati masa-masa berat Perang Dunia II dan Revolusi Indonesia, sepak bola nasional meraih momentum bersejarah ketika tampil di Olimpiade Musim Panas 1956 di Melbourne. Saat itu, Indonesia berhasil mencatatkan hasil imbang melawan Uni Soviet, salah satu raksasa sepak bola dunia pada masa itu, sebelum akhirnya harus menerima kekalahan 0-4 dalam pertandingan ulangan. Meski begitu, penampilan ini menjadi kebanggaan tersendiri karena merupakan satu-satunya partisipasi Indonesia di ajang Olimpiade, menandai langkah awal bangsa ini dalam kancah sepak bola internasional.
Pada Piala Dunia 1958, Indonesia mencetak sejarah lain dengan tampil pertama kali di babak kualifikasi sebagai tim nasional yang merdeka. Kemenangan atas Tiongkok di babak pertama mengokohkan semangat dan kemampuan tim nasional. Meskipun Indonesia memutuskan untuk tidak bertanding melawan Israel di babak berikutnya karena alasan politik, keputusan ini menunjukkan bahwa sepak bola Indonesia selalu berada dalam konteks kesadaran nasional yang tinggi.
Di ajang Pesta Olahraga Asia 1958, Indonesia kembali memperlihatkan kehebatannya dengan meraih medali perunggu setelah mengalahkan India dengan skor 4-1 dalam laga perebutan tempat ketiga. Selain itu, hasil imbang 2-2 melawan Jerman Timur dalam pertandingan uji coba menunjukkan bahwa tim nasional Indonesia mampu bersaing dengan tim-tim kuat dari luar Asia, sebuah pencapaian yang semakin memperkuat fondasi sepak bola nasional.
Era ini juga ditandai dengan keberhasilan Indonesia meraih tiga gelar juara di Turnamen Merdeka, yakni pada tahun 1961, 1962, dan 1969, serta gelar juara Piala Raja pada tahun 1968. Prestasi ini semakin menegaskan posisi Indonesia sebagai salah satu kekuatan sepak bola di kawasan Asia Tenggara, di mana semangat kemerdekaan dan persatuan menjadi dorongan utama dalam setiap pertandingan.
Indonesia melanjutkan perjuangan di babak kualifikasi Piala Dunia 1974. Meskipun harus tereliminasi di babak pertama dengan satu kemenangan melawan Selandia Baru, pengalaman ini memperkaya perjalanan sepak bola nasional. Pada kualifikasi Piala Dunia 1978, meskipun Indonesia hanya memenangkan satu dari empat pertandingan melawan Singapura, perjuangan tak pernah surut. Empat tahun kemudian, pada kualifikasi Piala Dunia 1982, Indonesia meraih dua kemenangan penting atas Tionghoa Taipei dan Australia, menandakan bahwa sepak bola Indonesia terus berkembang dan berjuang untuk mendapatkan tempat di panggung dunia.
Kebangkitan Sepak Bola Indonesia (1985–1995)
Periode 1985 hingga 1995 menjadi salah satu era kebangkitan sepak bola Indonesia yang penuh dengan pencapaian membanggakan. Dalam kualifikasi Piala Dunia FIFA 1986, tim nasional Indonesia menunjukkan performa luar biasa dengan meraih empat kemenangan, satu hasil imbang, dan hanya satu kekalahan, sehingga memuncaki grup di babak pertama. Meskipun harus menghadapi kekalahan dari Korea Selatan di putaran kedua, pencapaian ini tetap menjadi bukti bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk bersaing di level internasional.
Keberhasilan Indonesia mencapai semifinal Asian Games 1986 juga menjadi tonggak sejarah lainnya. Setelah mengalahkan Uni Emirat Arab di perempat final, Indonesia terus melaju dengan penuh semangat. Meskipun gagal meraih medali setelah kalah dari Korea Selatan di semifinal dan Kuwait dalam perebutan medali perunggu, pencapaian ini menegaskan bahwa Indonesia adalah tim yang semakin diperhitungkan di Asia.
Momen emas bagi sepak bola Indonesia terjadi pada Pesta Olahraga Asia Tenggara (SEA Games). Pada tahun 1987, Indonesia berhasil meraih medali emas setelah mengalahkan Malaysia 1-0 di final. Keberhasilan ini menjadi simbol kebangkitan sepak bola nasional, dan dilanjutkan pada tahun 1991 ketika Indonesia kembali meraih gelar juara SEA Games dengan mengalahkan Thailand melalui adu penalti. Prestasi ini tidak hanya mengangkat semangat bangsa, tetapi juga meneguhkan posisi Indonesia sebagai kekuatan sepak bola di Asia Tenggara.
Dalam kualifikasi Piala Dunia 1990, meskipun timnas Indonesia hanya berhasil mencatat satu kemenangan atas Hong Kong, tiga hasil imbang, dan dua kekalahan, perjuangan tim tetap menginspirasi. Hal serupa terjadi pada kualifikasi Piala Dunia 1994, ketika Indonesia berhasil meraih kemenangan melawan Vietnam. Walaupun belum berhasil melaju ke putaran final, periode ini tetap menandai perkembangan positif dalam perjalanan panjang sepak bola Indonesia di panggung dunia.
Penampilan Beruntun di Piala Asia AFC (1995–2016)
Piala Asia AFC 1996 menandai debut Indonesia di turnamen bergengsi Asia tersebut. Saat itu, Indonesia menghadapi Uni Emirat Arab dalam pertandingan pertama. Meski hanya berhasil meraih satu poin dari hasil imbang 2-2 melawan Kuwait di babak pertama, pengalaman ini menjadi langkah awal penting bagi tim nasional untuk bersaing di tingkat Asia. Keikutsertaan ini membangun pondasi bagi perjalanan Indonesia di ajang sepak bola Asia.
Pada Piala Asia AFC 2000 di Lebanon, Indonesia kembali menunjukkan semangatnya meskipun hanya memperoleh satu poin dari tiga pertandingan. Hasil imbang melawan Kuwait menjadi sorotan, di mana Indonesia berhasil menahan imbang tanpa gol. Meskipun hasilnya belum sesuai harapan, langkah-langkah kecil ini menunjukkan potensi yang dimiliki tim nasional di panggung internasional.
Piala Asia AFC 2004 membawa harapan baru bagi sepak bola Indonesia. Untuk pertama kalinya dalam sejarah turnamen, Indonesia berhasil mencatat kemenangan berharga dengan skor 2-1 atas Qatar. Kemenangan ini menjadi momen bersejarah dan menunjukkan bahwa Indonesia mampu bersaing di level tertinggi Asia. Meskipun perjalanan terhenti setelah kekalahan dari Tiongkok dan Bahrain, pencapaian ini menjadi sinyal kebangkitan sepak bola Indonesia di kancah Asia.
Pada Piala Asia AFC 2007, Indonesia mencatat sejarah sebagai salah satu tuan rumah bersama Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Turnamen ini menjadi kesempatan besar bagi Indonesia untuk bermain di kandang sendiri dan menunjukkan kekuatannya. Dalam pertandingan pembuka, Indonesia meraih kemenangan 2-1 yang dramatis atas Bahrain berkat gol-gol Budi Sudarsono dan Bambang Pamungkas. Meski dalam dua pertandingan berikutnya mengalami kekalahan tipis dari Arab Saudi dan Korea Selatan, penampilan di turnamen ini memperlihatkan kemampuan dan semangat juang yang tinggi dari para pemain Indonesia.
Di Kejuaraan AFF, Indonesia berhasil mencapai final sebanyak enam kali (2000, 2002, 2004, 2010, 2016, dan 2020). Meskipun trofi belum berhasil diraih, perjuangan untuk meraih gelar regional terus berlanjut, dengan semangat yang sama yang membawa Indonesia meraih medali emas di SEA Games tahun 1987 dan 1991. Keberhasilan ini menjadi inspirasi bagi generasi-generasi berikutnya untuk terus berusaha mengangkat prestasi sepak bola nasional.
Setelah era kepelatihan Peter Withe, Indonesia mengalami perubahan manajerial yang dinamis. Meski sempat mengalami transisi kepelatihan dari Ivan Kolev ke Benny Dollo, dan kemudian ke Alfred Riedl, semangat untuk terus berjuang tidak pernah pudar. Meski trofi belum berhasil diraih, perjalanan sepak bola Indonesia terus menunjukkan perkembangan yang positif, dan dengan fondasi yang kuat, Indonesia terus berusaha meraih prestasi di panggung internasional.
Penangguhan (2012 dan 2015–2016)
Pada Maret 2012, dunia sepak bola Indonesia dihadapkan pada tantangan besar. PSSI saat itu tengah bergulat dengan perpecahan, di mana dua liga, Liga Super Indonesia (ISL) dan Liga Prima Indonesia (IPL), berjalan secara terpisah. Perpecahan ini menarik perhatian FIFA dan mengharuskan PSSI untuk segera mencari solusi demi menyatukan kembali sepak bola nasional. KONI, melalui Tono Suratman, bahkan mengancam akan mengambil alih jika masalah ini tidak diselesaikan. Meski FIFA belum memberikan ancaman sanksi, waktu terus berjalan. PSSI berusaha keras untuk menemukan jalan keluar, mengandalkan kongres tahunan sebagai kesempatan untuk menyelesaikan situasi yang kompleks ini. Ketegangan memuncak ketika FIFA menetapkan tenggat waktu bagi PSSI untuk menyatukan liga yang terpecah atau menghadapi kemungkinan penangguhan.
Tahun 2013 menjadi momen penting ketika presiden PSSI, Djohar Arifin Husin, menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan La Nyalla Matalitti dari KPSI. Dengan dukungan dari FIFA dan AFC, kedua belah pihak sepakat untuk bekerja sama dan kembali mengelola liga domestik secara bersama-sama. Dengan demikian, para pemain dari kedua liga, baik ISL maupun IPL, dapat kembali dipanggil memperkuat tim nasional. Langkah ini memperlihatkan bahwa persatuan dapat menjadi kunci untuk memajukan sepak bola Indonesia.
Kongres PSSI di Kuala Lumpur pada Maret 2013 mempertegas komitmen untuk meredakan perbedaan yang ada. Pertemuan ini berhasil menyepakati beberapa poin penting, seperti reunifikasi dua liga, revisi statuta, dan pengembalian beberapa anggota Komite Eksekutif PSSI yang sebelumnya dipecat. Dari pertemuan ini, muncul harapan baru bahwa persatuan dapat menjadi fondasi bagi kebangkitan sepak bola nasional. PSSI kemudian memanggil 58 pemain dari kedua liga untuk memperkuat tim nasional dalam persiapan menghadapi kualifikasi Piala Asia AFC.
Meskipun harapan besar terbangun, Indonesia harus menghadapi tantangan berat dalam kualifikasi Piala Asia AFC 2015. Dalam pertandingan melawan Arab Saudi pada 23 Maret 2013, Indonesia sempat unggul berkat gol cepat dari Boaz Solossa, tetapi akhirnya kalah 1-2. Pertandingan ini menjadi bukti betapa ketatnya persaingan di tingkat Asia, namun juga memperlihatkan bahwa Indonesia tetap memiliki semangat juang yang tinggi di panggung internasional.
Namun, pada Mei 2015, cobaan berat kembali datang ketika FIFA menangguhkan PSSI akibat campur tangan pemerintah dalam urusan liga domestik. Penangguhan ini berdampak besar, karena Indonesia dilarang berpartisipasi dalam kualifikasi Piala Dunia 2018 dan Piala Asia 2019. Meskipun demikian, FIFA masih memberikan izin bagi Indonesia untuk menyelesaikan partisipasinya di SEA Games 2015 yang sudah berlangsung. Keputusan FIFA ini merupakan cerminan dari pentingnya menjaga independensi organisasi sepak bola dari campur tangan pihak luar.
Meskipun masa penangguhan ini membawa dampak besar bagi sepak bola Indonesia, harapan tidak sepenuhnya sirna. Persiapan dilakukan untuk Kejuaraan AFF 2016, di mana Indonesia berhasil melaju hingga final. Meski akhirnya harus puas sebagai runner-up setelah dikalahkan Thailand, perjalanan ini tetap menjadi inspirasi dan pengingat bahwa sepak bola Indonesia selalu memiliki potensi untuk bangkit dan bersinar di masa depan.
Pemulihan (2017–2019)
Setelah pencapaian mengesankan sebagai runner-up di Piala Suzuki AFF 2016, harapan baru menyelimuti sepak bola Indonesia. Pada 8 Januari 2017, PSSI mengadakan kongres yang membawa semangat pembaruan dengan menandatangani kontrak dengan Luis Milla, seorang pelatih berpengalaman asal Spanyol, untuk menangani tim nasional senior dan tim U-22. Penunjukan ini disambut dengan antusiasme besar oleh para pendukung yang berharap Milla dapat membawa Indonesia ke level yang lebih tinggi di kancah internasional. Keberadaan pelatih asing dengan reputasi baik mencerminkan keseriusan Indonesia dalam memajukan sepak bola nasional.
Namun, perjalanan Milla tidak berlangsung lama. Tepat sebelum Kejuaraan AFF 2018, ia meninggalkan tim tanpa memberikan penjelasan, yang menimbulkan kegelisahan dan kekecewaan di kalangan suporter. Meski begitu, semangat pendukung tetap terjaga, dan PSSI terus berupaya mencari jalan keluar terbaik untuk timnas. Sayangnya, Indonesia gagal melewati babak penyisihan grup di Kejuaraan AFF 2018, yang akhirnya berujung pada pemecatan Bima Sakti sebagai pelatih kepala. Keputusan ini diambil dengan tujuan memperbaiki kinerja tim dan membawa Indonesia kembali ke jalur kemenangan.
Untuk menghadapi kualifikasi Piala Dunia 2022, PSSI menunjuk Simon McMenemy sebagai pelatih baru. Pengangkatan McMenemy didasarkan pada kesuksesannya sebelumnya bersama Filipina, yang diharapkan dapat membawa angin segar bagi timnas Indonesia. Tantangan besar menanti, karena Indonesia berada satu grup dengan rival kuat di Asia Tenggara, yakni Malaysia, Thailand, dan Vietnam, serta Uni Emirat Arab. Ini adalah kesempatan untuk membuktikan diri di kancah internasional dan menghidupkan kembali semangat sepak bola nasional.
Namun, hasil pertandingan awal kualifikasi tidak sesuai harapan. Indonesia mengalami kekalahan dalam empat pertandingan berturut-turut, termasuk kekalahan tipis 2-3 dari Malaysia di kandang sendiri, yang menyakitkan bagi para pendukung. Kekalahan ini diikuti oleh kekalahan lainnya dari Vietnam, sebuah peristiwa yang terjadi untuk pertama kalinya dalam turnamen kompetitif. Kinerja tim yang terus menurun membuat PSSI mengambil langkah tegas pada 6 November 2019, dengan memutuskan kontrak McMenemy. Ini adalah keputusan yang sulit, namun diambil demi kebaikan sepak bola Indonesia di masa depan.
Meski harus menerima kekalahan 0-2 saat bertandang ke Malaysia dan resmi tersingkir dari kualifikasi Piala Dunia 2022, perjuangan timnas Indonesia belum berakhir. Setiap kekalahan merupakan pelajaran, dan setiap tantangan adalah kesempatan untuk tumbuh lebih kuat. Pemecatan McMenemy menjadi bagian dari proses pemulihan yang lebih besar, dengan tujuan membangun fondasi yang lebih kokoh bagi kebangkitan sepak bola Indonesia di masa mendatang. Tantangan demi tantangan akan selalu ada, tetapi dengan tekad yang kuat, Indonesia tetap optimis menuju masa depan yang lebih cerah di dunia sepak bola.
Era Shin Tae-yong (2020–sekarang)
Setelah kekecewaan di kualifikasi Piala Dunia, PSSI mengambil langkah berani dengan menunjuk Shin Tae-yong, seorang pelatih asal Korea Selatan yang memiliki reputasi internasional, untuk membangkitkan kembali semangat sepak bola Indonesia. Penunjukan Shin tidak terlepas dari kesuksesan pelatih Korea Selatan lainnya, Park Hang-seo, yang membawa Vietnam ke level baru. Harapan tinggi diemban oleh Shin Tae-yong, terutama dalam mempersiapkan Indonesia menghadapi Kualifikasi Piala Asia AFC 2023. Dengan pendekatan baru, Shin diharapkan dapat memberikan angin segar dan strategi yang lebih modern bagi tim Garuda.
Di bawah bimbingan Shin Tae-yong, tim nasional mengalami perombakan besar-besaran. Shin memilih untuk memberi kesempatan kepada pemain muda, banyak di antaranya berasal dari tim U-23. Langkah ini dianggap sebagai strategi jangka panjang, membangun fondasi masa depan sepak bola Indonesia. Hasilnya, pada Kejuaraan AFF 2020, tim yang rata-rata berusia 23 tahun berhasil menembus final, meski harus puas sebagai runner-up. Ini bukan hanya tentang kekalahan di final, tetapi juga sebuah pencapaian yang menjanjikan, mengingat usia muda para pemain yang masih memiliki banyak ruang untuk berkembang.
Momentum penting lainnya datang saat kualifikasi Piala Asia AFC 2023. Indonesia mengejutkan banyak pihak dengan kemenangan luar biasa 2-1 melawan Kuwait, yang merupakan mantan juara Asia. Kemenangan ini bukan hanya penting secara skor, tetapi juga secara simbolis mengakhiri penantian 42 tahun untuk mengalahkan Kuwait. Banyak yang terkejut dengan penampilan tim muda Indonesia, membuktikan bahwa dengan strategi yang tepat dan kepercayaan pada generasi baru, prestasi besar bisa diraih. Selain itu, kemenangan ini menjadi tonggak sejarah bagi sepak bola Asia Tenggara, di mana Indonesia menjadi tim pertama dari kawasan ini yang berhasil mengalahkan tuan rumah dari Timur Tengah sejak 2004.
Puncak keberhasilan di kualifikasi datang saat Indonesia mengalahkan Nepal dengan skor telak 7-0. Kemenangan gemilang ini memastikan Indonesia lolos ke putaran final Piala Asia AFC 2023, mengakhiri penantian panjang selama 16 tahun. Kegembiraan dan optimisme kembali menyelimuti seluruh pecinta sepak bola tanah air. Prestasi ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk kembali bersaing di panggung Asia, terutama dengan bimbingan pelatih berpengalaman seperti Shin Tae-yong.
Tidak berhenti di situ, pada 19 Juni 2023, Indonesia mendapatkan kehormatan menjamu juara Piala Dunia FIFA 2022, Argentina, dalam rangka persiapan menghadapi kualifikasi Piala Dunia FIFA 2026. Meski berhadapan dengan tim terbaik di dunia, tim Garuda tampil percaya diri. Indonesia sempat berhasil menahan serangan Argentina, sebelum akhirnya Leandro Paredes mencetak gol jarak jauh menjelang akhir babak pertama. Di babak kedua, sundulan Cristian Romero menambah keunggulan Argentina menjadi 2-0. Meski kalah, pertandingan ini menjadi pengalaman berharga bagi para pemain Indonesia, memperkuat mental dan pengalaman mereka melawan tim-tim papan atas dunia.
Era Shin Tae-yong adalah babak baru bagi sepak bola Indonesia. Di bawah kepemimpinannya, Indonesia tidak hanya berusaha bangkit dari kekecewaan masa lalu, tetapi juga membangun fondasi yang kokoh untuk masa depan. Dengan kerja keras, strategi yang terarah, dan semangat juang yang tinggi, masa depan sepak bola Indonesia terlihat semakin cerah.
Kualifikasi Piala Asia AFC 2023
Dalam kualifikasi Piala Asia AFC 2023, Indonesia mencatatkan sejarah baru dengan mengalahkan tuan rumah dan mantan juara Asia, Kuwait, yang belum pernah mereka kalahkan selama 42 tahun. Kemenangan 2-1 ini tidak hanya mengejutkan banyak pihak, tetapi juga menjadi tonggak penting bagi sepak bola Asia Tenggara. Ini merupakan kemenangan resmi pertama bagi tim Asia Tenggara melawan tuan rumah dari Asia Barat sejak 2004, ketika Thailand mengalahkan Yaman di kualifikasi Piala Dunia FIFA. Prestasi ini semakin istimewa karena Indonesia menjadi tim Asia Tenggara pertama yang menang sebagai tamu melawan tim dari Teluk Persia. Keberhasilan Indonesia berlanjut dengan kemenangan telak 7-0 melawan Nepal di pertandingan terakhir, yang dimainkan di Stadion Internasional Jaber Al-Ahmad. Kemenangan ini memastikan Indonesia lolos ke Piala Asia AFC 2023 setelah absen selama 16 tahun, sebuah pencapaian besar bagi tim Garuda.
Piala Asia AFC 2023
Menjelang Piala Asia AFC 2023, Indonesia memulai tahun 2024 dengan laga persahabatan melawan Libya di Turki serta pertandingan melawan Iran di Qatar. Persiapan matang ini menjadi bekal penting sebelum turnamen dimulai. Pada pertandingan pertama, Indonesia kembali bertemu Irak, namun harus mengakui kekalahan 1-3. Laga kedua menjadi lebih positif ketika Indonesia berhadapan dengan rival Asia Tenggara, Vietnam. Kapten tim, Asnawi Mangkualam, mencetak satu-satunya gol dari titik penalti, membawa Indonesia menang 1-0. Kemenangan ini sangat berarti, karena ini adalah kemenangan pertama Indonesia melawan Vietnam dalam tujuh tahun terakhir.
Meski Indonesia kalah 3-1 dari Jepang di pertandingan grup terakhir, hasil tersebut tidak menghentikan langkah tim Garuda. Dengan performa yang cukup baik di babak penyisihan, Indonesia berhasil lolos ke babak 16 besar sebagai salah satu tim peringkat ketiga terbaik. Ini merupakan kali pertama Indonesia mencapai babak gugur di Piala Asia AFC sejak debut mereka di turnamen tersebut pada 1996.
Di babak 16 besar, Indonesia berhadapan dengan tim kuat Australia. Meski tampil positif dan menunjukkan semangat juang tinggi, Indonesia harus mengakui kekalahan 4-0 karena pertahanan yang kurang solid. Namun, pencapaian Indonesia menembus babak 16 besar merupakan tanda kemajuan pesat dan memberikan harapan cerah untuk masa depan sepak bola tanah air.
Kualifikasi Piala Dunia FIFA 2026
Pada 19 Juni 2023, Indonesia mendapatkan kesempatan langka untuk menjajal kekuatan juara dunia FIFA 2022, Argentina, dalam laga persiapan menuju kualifikasi Piala Dunia FIFA 2026. Meski menghadapi tim sekelas Argentina, Indonesia mampu menunjukkan perlawanan yang cukup solid. Tendangan jarak jauh Leandro Paredes di akhir babak pertama memastikan keunggulan 1-0 untuk Argentina. Di babak kedua, sundulan Cristian Romero menggandakan skor menjadi 2-0. Meski kalah, performa Indonesia di laga ini memberikan pengalaman berharga dan kepercayaan diri untuk menghadapi tantangan kualifikasi berikutnya.
Indonesia memulai perjalanan kualifikasi Piala Dunia FIFA 2026 dengan gemilang, mengalahkan Brunei dengan agregat meyakinkan 12-0 di babak pertama. Di babak kedua, Indonesia tergabung bersama Irak, Vietnam, dan Filipina. Meski perjalanan tidak dimulai dengan baik—kalah 5-1 dari Irak di Basra dan hanya meraih hasil imbang melawan Filipina di Manila—tim Garuda tetap bangkit. Di pertandingan berikutnya, Indonesia berhasil mengalahkan Vietnam baik di kandang maupun tandang, mencatat kemenangan agregat 4-0, termasuk kemenangan 1-0 di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Ini menjadi momentum penting, apalagi Indonesia belum pernah dikalahkan oleh Vietnam sejak pelatih baru Vietnam memegang kendali. akhirnya Indonesia menjadi ruuner-up Grup di kualifikasi Piala Dunia 2026 Babak Kedua dan lolos Ke Babak Ketiga Kualiafikasi Piala Dunia Zona Asia, di Babak Ketiga ini Indonesia mengejutkan dunia dengan menaham Imbang Arab Saudi dengan skor 1-1 dan Australia dengan skor 0-0, akankah Indonesia akan lolos ke Piala Dunia 2026? Menarik untuk dinanti.