THR: Sejarah, Dasar Aturan dan Cara Hitungnya
Untuk mencapai tujuan tersebut, Perdana Menteri Soekiman memberikan tunjangan kepada PNS berupa uang persekot atau pinjaman awal. Uang ini bertujuan supaya PNS bisa merayakan Hari Raya Idulfitri dengan lebih baik. Meskipun pada awalnya berbentuk pinjaman, namun pada perkembangannya tradisi pemberian THR ini tidak perlu dibayar kembali.
Menariknya, perjuangan buruh ikut mempengaruhi tradisi pemberian THR. Pada tahun 1952, para buruh melakukan mogok kerja untuk menuntut agar mereka juga bisa mendapatkan THR seperti PNS. Akhirnya, setelah melalui perjuangan, para buruh pun berhasil mendapatkan THR dari pemerintah. Sejak saat itu, tradisi pemberian THR tidak hanya berlaku untuk PNS, tetapi juga untuk pekerja di sektor lainnya sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dasar Aturan THR di Indonesia
Dasar hukum pemberian THR di Indonesia terdiri dari beberapa peraturan, yaitu:
Peraturan Perundang-undangan:
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan: Undang-undang ini mengatur secara umum mengenai hak dan kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha, termasuk hak atas THR.
- Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan: Peraturan ini mengatur secara khusus mengenai THR, termasuk besaran THR, masa kerja yang dipersyaratkan, dan tata cara pembayarannya.
- Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2024 tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dan Gaji Ketiga Belas (Gaji Ke-13) Kepada Aparatur Negara, Pensiunan, Penerima Pensiun, dan Penerima Tunjangan Tahun 2024: Peraturan ini mengatur mengenai THR bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), Pensiunan, Penerima Pensiun, dan Penerima Tunjangan.
Surat Edaran:
Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/1/SE.04/MK.02/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2023: Surat edaran ini memberikan pedoman bagi pengusaha dalam melaksanakan pemberian THR Keagamaan Tahun 2023.
Putusan Mahkamah Agung:
Putusan Mahkamah Agung Nomor 18K/Pdt.Sus-MK/2022: Putusan ini memberikan kepastian hukum terkait dengan hak atas THR bagi pekerja/buruh yang bekerja di perusahaan yang sedang pailit atau mengalami kesulitan keuangan.
Perjanjian Kerja Bersama (PKB):
Bagi perusahaan yang memiliki PKB, aturan mengenai THR dapat diatur dalam PKB tersebut, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peraturan Perusahaan:
Bagi perusahaan yang belum memiliki PKB, aturan mengenai THR dapat diatur dalam Peraturan Perusahaan, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Cara Menghitung THR yang Benar Sesuai Aturan
Perhitungan THR di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Berikut adalah cara menghitung THR yang benar sesuai aturan:
1. Masa Kerja
Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan THR sebesar 1 bulan upah.
Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan THR secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan:
Masa Kerja x 1 Bulan Upah / 12
Pekerja/buruh yang bekerja kurang dari 1 bulan, tidak berhak atas THR.
2. Upah yang Dijadikan Dasar Perhitungan THR
Upah yang dijadikan dasar perhitungan THR adalah gaji pokok dan tunjangan tetap. Tunjangan tidak tetap tidak termasuk dalam perhitungan THR.
3. Contoh Perhitungan THR
Contoh 1:
- Seorang pekerja/buruh memiliki masa kerja 12 bulan secara terus menerus.
- Gaji pokoknya Rp 5.000.000,00 per bulan.
- Tunjangan tetapnya Rp 1.000.000,00 per bulan.
- Maka, THR yang berhak diterima pekerja/buruh tersebut adalah:
- (Rp 5.000.000,00 + Rp 1.000.000,00) x 1 = Rp 6.000.000,00
Contoh 2:
- Seorang pekerja/buruh memiliki masa kerja 6 bulan secara terus menerus.
- Gaji pokoknya Rp 4.000.000,00 per bulan.
- Tunjangan tetapnya Rp 800.000,00 per bulan.
- Maka, THR yang berhak diterima pekerja/buruh tersebut adalah:
- (Rp 4.000.000,00 + Rp 800.000,00) x (6/12) = Rp 2.400.000,00
Catatan:
- Perhitungan THR di atas adalah contoh dan dapat berbeda-beda tergantung pada masa kerja, gaji pokok, dan tunjangan tetap masing-masing pekerja/buruh.
- Jika Anda memiliki pertanyaan mengenai THR, Anda dapat berkonsultasi dengan Dinas Ketenagakerjaan setempat atau dengan organisasi serikat pekerja/buruh di perusahaan Anda.
Jika Perusahaan Tidak Mampu Memberi THR
Jika perusahaan tidak mampu memberikan THR kepada pekerjanya secara penuh, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan:
1. Musyawarah Bipartit
Perusahaan wajib melakukan musyawarah bipartit dengan serikat pekerja/buruh atau pekerja/buruh yang diwakili oleh perwakilannya untuk mencapai kesepakatan mengenai THR.
2. Syarat Perusahaan Tidak Mampu Memberikan THR Penuh:
- Perusahaan mengalami kerugian: Hal ini dibuktikan dengan laporan keuangan perusahaan yang diaudit oleh akuntan publik.
- Perusahaan tidak mampu membayar gaji dan/atau upah secara penuh: Hal ini dibuktikan dengan kondisi keuangan perusahaan yang tidak memungkinkan untuk membayar gaji dan/atau upah secara penuh.
3. Kesepakatan dalam Musyawarah Bipartit:
- Besaran THR yang dibayarkan: Perusahaan dan pekerja/buruh menyepakati besaran THR yang akan dibayarkan, minimal 50% dari ketentuan yang telah diatur (1 bulan upah untuk masa kerja 12 bulan).
- Bentuk pembayaran THR: Perusahaan dan pekerja/buruh menyepakati bentuk pembayaran THR, apakah dibayarkan secara dicicil atau ditunda.
- Waktu pembayaran THR: Perusahaan dan pekerja/buruh menyepakati waktu pembayaran THR.
4. Hasil Musyawarah Bipartit Dilaporkan:
Hasil musyawarah bipartit harus dilaporkan secara tertulis kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat paling lambat 7 hari setelah tanggal mencapai kesepakatan.
5. Sanksi Bagi Perusahaan:
- Perusahaan yang tidak melakukan musyawarah bipartit: akan dikenakan denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan.
- Perusahaan yang terlambat membayar THR: akan dikenakan denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan untuk setiap hari keterlambatan.
Catatan:
Jika perusahaan dan pekerja/buruh tidak mencapai kesepakatan dalam musyawarah bipartit, pekerja/buruh dapat menyelesaikan perselisihannya melalui:
- Mediasi: Mediasi dilakukan oleh mediator yang ditunjuk oleh Dinas Ketenagakerjaan setempat.
- Arbitrase: Arbitrase dilakukan oleh Dewan Arbitrase Nasional.
- Pekerja/buruh juga berhak untuk menyelesaikan perselisihannya melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Semoga informasi ini membantu!